Alor News (Pendidikan) – Pulau Kangge, Kecamatan Pantar Barat Laut, Kabupaten Alor, merupakan salah satu wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) di Nusa Tenggara Timur. Pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lembata ini menghadapi berbagai tantangan serius dalam dunia pendidikan.
Keterbatasan guru dan tenaga kependidikan, rendahnya kesejahteraan, minimnya sarana prasarana, hingga budaya belajar yang masih rendah menjadi potret nyata pendidikan di Kangge. Kondisi ini bukan hanya dialami oleh Kangge, tetapi juga menjadi persoalan umum di banyak daerah 3T di NTT.
Selain itu, akses terhadap teknologi pendidikan juga masih sangat terbatas. Di era digital, anak-anak di Pulau Kangge harus mencari sinyal internet di luar sekolah hanya untuk bisa mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Situasi ini menunjukkan bahwa infrastruktur digital belum sepenuhnya mendukung, padahal internet dan perangkat teknologi menjadi kunci utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan di era sekarang.
Secara lebih luas, Nusa Tenggara Timur masih menghadapi kendala klasik dalam pembangunan pendidikan. Selain sarana belajar yang terbatas, letak geografis yang berupa kepulauan dengan jarak jauh antarwilayah, biaya pendidikan yang mahal, serta jumlah guru yang sedikit dan belum merata semakin memperparah kesenjangan pendidikan.
Fenomena lain yang terjadi adalah kecenderungan guru lebih memilih mengajar di kota daripada di daerah terpencil. Kondisi ini membuat sekolah-sekolah di pulau kecil seperti Kangge semakin sulit mendapatkan guru berkualitas. Di sisi lain, motivasi belajar siswa pun masih rendah, terutama dalam pelajaran-pelajaran tertentu seperti matematika.
Sejumlah penelitian di berbagai daerah terpencil Indonesia, mulai dari perbatasan Kalimantan, kepulauan Riau, hingga Sulawesi dan Aceh, juga menunjukkan hal yang sama: pendidikan di daerah 3T cenderung terpinggirkan dan dimarjinalkan.
Data lama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2012 pun mencatat, dari 40 ribu sekolah yang dipetakan, sekitar 75 persen belum memenuhi standar minimal kelayakan. Hasil uji kompetensi guru juga hanya mencapai rata-rata 44,5, jauh di bawah standar kelulusan 70. Kondisi ini menunjukkan bahwa tantangan pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah 3T, masih memerlukan perhatian dan upaya serius dari pemerintah maupun masyarakat.
Pulau Kangge hanyalah salah satu contoh nyata dari banyak wajah pendidikan di daerah terpencil. Namun, dari keterbatasan ini juga muncul harapan bahwa pendidikan di Alor dan NTT dapat terus diperjuangkan agar anak-anak di wilayah 3T memiliki kesempatan yang sama dengan daerah lain di Indonesia.