Kasus di Sejumlah Daerah
Rekaman peristiwa di berbagai daerah memperkuat kekhawatiran orang tua dan menjadi alarm serius. KompasTV, (24/09/2025), memberitakan ratusan peserta didik dari tiga sekolah mengalami keracunan setelah menkomsumsi MBG. Hal serupa terjadi di Grobogan dan Sragen, Jawa Tengah, Kompas.com, (14/8/2025), melaporkan ratusan siswa di dilarikan ke puskesmas setelah mengonsumsi menu MBG. Detik.com, (23/09/2025), mencatat ratusan anak di Sulawesi Selatan mengalami muntah dan pusing usai menyantap nasi kotak dari program ini. Bahkan di Kupang, NTT, BBC, (26/08/2025), menulis insiden serupa yang membuat orang tua resah dan mempertanyakan kesiapan pelaksana MBG, serta berbagai kasus keracunan lainnya yang terjadi sebelumnya di berbagai daerah di Indonesia Kompas.com, (24/07/2025). Rangkaian kasus ini menunjukkan persoalan bukanlah insidental, melainkan sistemik, mulai dari pengadaan bahan yang tidak higienis, proses penyimpanan, hingga distribusi makanan, BBC Indonesia, (25/06/2025), (Kompas, 2025).
Jumlah Korban MBG
Hingga September 2025, pemerintah mencatat sedikitnya 5.080 siswa menjadi korban keracunan dari program MBG di 46 kasus di berbagai provinsi (Tempo.com). Data tersebut diperoleh dari hasil pemantauan Badan Gizi Nasional bersama Kementerian Kesehatan dan BPOM, yang menegaskan bahwa keracunan makanan MBG bukanlah fenomena sporadis, melainkan sudah menyebar di berbagai daerah (NU Online). Fakta ini memperlihatkan bahwa masalah MBG bersifat sistemik, dan menuntut evaluasi serius sebelum program diperluas lebih jauh.
Asas Kepastian Hukum
Selain aspek teknis dan pengawasan, kepastian hukum juga harus menjadi fondasi utama dalam pelaksanaan MBG. Pemerintah perlu memperkuat regulasi yang jelas dan tegas terkait standar penyediaan makanan, mekanisme pengawasan, serta sanksi hukum bagi pihak yang lalai. Tanpa payung hukum yang kokoh, pelanggaran akan terus berulang karena tidak ada efek jera bagi penyedia yang mengutamakan keuntungan di atas keselamatan anak.