Alor News (Opini) – Baru-baru ini, pernyataan seorang pejabat yang menyebut profesi guru sebagai “ladang amal jariyah” menjadi sorotan publik. Maksudnya mungkin baik, menekankan pahala mendidik yang terus mengalir, namun cara pandang seperti ini bisa melukai hati para guru yang setiap hari berjuang di kelas.
Mendidik memang amal jariyah. Setiap huruf yang diajarkan, setiap nilai yang ditanamkan, akan menjadi bekal kebaikan yang mengalir tiada henti. Tapi, menjadikan pengabdian guru sebagai alasan untuk mengabaikan kesejahteraan mereka adalah hal yang harus direnungkan.
Di lapangan, semangat guru honorer tak perlu diragukan. Meski gaji sering jauh dari layak—ada yang hanya ratusan ribu rupiah per bulan—mereka tetap hadir dengan senyum dan dedikasi. Ada yang menyeberangi sungai, menempuh jalan berbatu, atau naik ojek dengan ongkos lebih besar dari gaji yang diterima.
Guru adalah manusia dengan keluarga dan kebutuhan hidup yang nyata. Ikhlas tidak boleh dipertentangkan dengan hak. Keadilan sosial tercipta ketika pengabdian guru dihargai secara layak, bukan hanya dijadikan retorika.
Pendidikan adalah investasi masa depan. Guru bukan sekadar pelaksana kebijakan, tapi pilar peradaban. Jika guru dilemahkan, rapuhlah fondasi bangsa. Sebaliknya, jika guru dimuliakan, masa depan negeri akan lebih kokoh.
Mari renungkan bersama: negeri ini membutuhkan lebih dari kata-kata indah. Ia membutuhkan keadilan nyata bagi guru, sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka yang membentuk generasi bangsa.